Header Ads

Pembangunan Mandek, DPRD Blitar Segera Panggil Bupati Lewat Hak Interpelasi



Blitar, beritaantara2.online Hubungan antara eksekutif dan legislatif di Kabupaten Blitar semakin memanas. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar dikabarkan tengah serius mempertimbangkan penggunaan hak interpelasi terhadap Bupati Blitar, Rijanto.

Langkah ini mencuat sebagai respons atas stagnasi pembangunan dan rendahnya serapan anggaran daerah yang dinilai mengganggu kepentingan publik. Ketegangan antara kedua lembaga tersebut pun kian tampak di berbagai agenda rapat yang kerap tidak mencapai kuorum.

Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar, Mujianto, S.Sos., M.Si., membenarkan bahwa isu pengajuan hak interpelasi telah menjadi pembahasan intens di hampir seluruh fraksi DPRD.

“Kabarnya memang begitu. Coba lihat absensi rapat terakhir yang tidak kuorum, siapa yang hadir dan tidak. Ini bisa jadi sinyal kuat bahwa DPRD sedang mempertimbangkan hak interpelasi, angket, atau bahkan hak menyatakan pendapat secara langsung kepada bupati melalui mekanisme konstitusional,” ujar Mujianto, Jumat (29/8/2025).

Mujianto menegaskan, hak interpelasi adalah instrumen penting dalam sistem demokrasi, yang memungkinkan legislatif meminta penjelasan atas kebijakan strategis pemerintah yang berdampak luas pada masyarakat.

“Saat ini serapan anggaran sangat rendah, dan pembangunan di Blitar nyaris mandek. Padahal, bupati punya kewenangan penuh untuk menjalankan program pembangunan. Tapi faktanya tidak demikian. Ini yang perlu dijelaskan ke rakyat,” tegasnya.

Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar, M. Rifa’i, juga tak menampik kemungkinan penggunaan hak tersebut. Menurutnya, jika kondisi stagnan ini terus berlanjut, legislatif punya alasan kuat untuk meminta pertanggungjawaban langsung dari bupati.

“Kalau terus seperti ini, penggunaan hak interpelasi sangat mungkin dilakukan. Masyarakat butuh penjelasan—kenapa pembangunan berhenti? Padahal APBD Induk 2025 sudah disahkan dan bisa dijalankan,” ungkap Rifa’i.

Sebagai informasi, hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR/DPRD sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945, serta diperinci dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Hak-hak ini memberi ruang bagi parlemen untuk mengoreksi kebijakan eksekutif yang dianggap bermasalah atau tidak transparan.

“Serapan anggaran yang rendah tentu berdampak besar terhadap kondisi daerah. Ini jelas akan jadi bahan pertimbangan serius di tiap fraksi,” pungkas Rifa’i. 
  
   (Marlin)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.